PROLOG
JUNG YUAN berlari kencang. Sangat
kencang hingga ia tidak bisa merasakan lagi udara dingin yang menusuk di
seke-lilingnya. Ia bahkan lupa dengan kondisi paru-parunya. Ia sedang tidak
peduli pada apapun. Yang saat ini ia pedulikan hanyalah menjauh dari makhluk
menyeramkan itu. Makhluk besar berbulu hitam dan bertaring kuat mengilat.
Jung Yuan menoleh ke belakang. Makhluk itu masih mengejarnya. Bukan
lari. Di mata Jung Yuan, makhluk itu hanya berjalan normal, seolah mengejek
Jung Yuan yang berlari ketakutan. Seolah mengejek Jung Yuan bahwa berlari
secepat apapun tidak akan menyelamatkannya dari makhluk itu. Jung Yuan hanya
manusia. Sementara pemburunya adalah monster ganas.
Namun Jung Yuan tetap tak menggubris ejekan itu. Meskipun kecil, masih
ada sedikit harapan yang tertinggal di hatinya. Ia berlari layaknya orang
kesetanan. Menembus apapun yang ada di hadapan. Sesekali terjatuh karena
tersandung tonjolan akar pohon besar. Mukanya pucat sedikit berdarah karena
tertampar oleh ranting-ranting pohon.
Jung Yuan mendengar suara raungan keras dan dalam ketika ia menyadari
ada sungai berbatu menghadang di depannya. Aliran airnya sangat deras. Membuat
siapapun yang nekat menyebrangi sungai itu tanpa pengaman akan hanyut seketika.
Bahkan bagi perenang handal sekalipun. Jung Yuan bingung. Peluang satu-satunya
hanyalah menyeberangi sungai itu. Dia harus berani kalau ingin selamat dari
ganasnya cengkeraman sang monster. Satu kesempatan untuk menyelamatkan
nyawanya. Namun, Jung Yuan ragu-ragu. Melewati sungai berarti ia harus hanyut
dan mungkin tenggelam kehilangan nyawa. Atau mundur dan mati tersobek-sobek
dalam cengkeraman sang monster.
Raungan yang memekakan telinga terdengar lagi di belakangnya. Dan
seketika itu juga, seolah mengamini takdir hidup Jung Yuan, paru-parunya yang
sedari tadi diam kini mulai bereaksi. Ia terduduk lemas di atas tanah.
Posisinya tersimpuh, dua tangan mencengkeram kuat di dada. Rasanya sesak
sekali. Padahal ia sedang berada di dalam hutan, udara bersih sangat berlimpah
di sana. Namun, ia tahu, inilah akhirnya. Jung Yuan harusnya sudah menduga
bahwa ia tidak bisa lepas dari takdir kematian. Cepat atau lambat pasti
nyawanya akan melayang. Tenggelam atau tercabik.
Dia tidak mungkin lolos.
Sang monster kini telah berada tiga meter di hadapannya. Jung Yuan
memandangi mata hitam gelap menyala itu. Mata yang seolah menyimpan dendam pada
dirinya selama ratusan tahun. Mata yang penuh kemarahan sekaligus rasa sedih
yang luar biasa. Perasaan Jung Yuan jadi ikut sedih seperti tatapan makhluk
menyeramkan itu. Bayangan sang ayah, mendiang ibu, adik, kakek, dan neneknya
berkelebat. Saat itu juga ia seolah ingin meneriakkan kata maaf terakhir pada
mereka. Atas segala kerepotan yang selama ini telah ia timbulkan.
Penglihatan Jung Yuan mengabur, air mata sudah buncah ingin keluar dari
pelupuk mata. Kepalanya juga mulai pening dan sakit. Sepersekian detik setelah
itu, tubuhnya ambruk ke atas tanah. Ia tahu, ini adalah akhirnya.
Monster itu makin mendekat ke arah Jung Yuan. Salah satu kaki sang
monster yang amat besar mencengkeram kuat pundak kanan Jung Yuan. Kuku-kukunya
yang tajam dan panjang membuat kulit Jung Yuan sobek dan mengeluarkan darah.
Kalau saja penglihatan Jung Yuan tidak mengabur, ia mungkin akan sangat
ketakukan melihat rupa makhluk itu. Menggeram tepat berada di depan wajahnya.
Taring kuat mengilat seolah baru diasah, mata hitam pekat menyalak penuh
dendam, dan tubuh super besar penuh bulu lebat. Siapa pula yang tidak akan
merinding menyaksikan itu? Ah, namun dari kejauhan pun Jung Yuan sudah tahu
bagaimana mengerikannya rupa makhluk itu. Agaknya ia amat bersyukur karena
matanya berair, tidak perlu bertatap-tatapan secara langsung sedekat ini.
Namun, entah bagaimana tiba-tiba Jung Yuan merasakan cengkeraman
makhluk itu enyah dari pundaknya. Di tengah kesadarannya yang tinggal secuil,
samar-samar ia mendengar suara keretakan keras sekali. Seperti dua batang kayu
besar yang ditumbuk. Tidak hanya sekali, tapi beberapa kali. Tiap keretakan
selalu diiringi dengan suara raungan yang amat menyakitkan.
Perlahan, mata Jung Yuan mulai menutup, tapi secara bersamaan ia juga
merasakan ada seseorang yang menggun-cang-guncang tubuhnya lembut.
“...Yuan...” ada yang
memanggilnya. “Jung Yuan...”